Policy Paper Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi https://ejournal.kemendesa.go.id/index.php/policypaper <p>Policy Paper Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi merupakan tulisan ilmiah hasil analisis atau penelitian yang fokus pada isu kebijakan pada bidang pembangunan desa dan perdesaan, daerah tertinggal, kawasan transmigrasi, lembaga dan ekonomi desa, pengembangan sumber daya manusia dan pemberdayaan masyarakat perdesaan, regulasi suatu kebijakan, serta aparatur pengelola perdesaan. Pada policy paper memuat dan menawarkan alternatif solusi kebijakan yang telah dianalisis untuk disampaikan kepada para pemangku kepentingan. Policy paper harus didukung dengan argumentasi akademik yang meyakinkan dan didukung dengan data yang baik dan kuat. PPDDTT bertujuan untuk mengidentfikasi masalah kebijakan, memahami isu yang terjadi, serta mengimplikasikan desain dan perilaku kebijakan pada lingkup desa dan perdesaan, daerah tertinggal, dan kawasan transmigrasi.</p> id-ID ivanovich.agusta@kemendesa.go.id (Dr. Ivanovich Agusta, S.P., M.Si.) farida.yustina@kemendesa.go.id (Farida Yustina Noer Fathoni Putri, S.H.) Fri, 15 Dec 2023 00:00:00 +0000 OJS 3.3.0.11 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 Strategi Penguatan Praktik Kearifan Lokal dalam Mendukung Pengembangan Produk Unggulan Pada Desa Adat https://ejournal.kemendesa.go.id/index.php/policypaper/article/view/42 <p>Kebijakan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat yang dirumuskan berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa merupakan terobosan besar dalam mewujudkan agenda besar nasional pembangunan berkelanjutan yang dirumuskan secara programatik dalam SDGs Nasional oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional RI dalam dokumen Peta Jalan Capaian SDGs Nasional dan Dokumen Rencana Aksi Nasional SDGs Nasional.</p> <p>Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menerjemahkan kebijakan nasional ini dalam pembangunan teknis dengan mengeluarkan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan di Desa melalui 18 indikator yang dikenal sebagai SDGs Desa. SDGs Desa inilah yang menjadi fokus penyusunan kebijakan, perencanaan, pengalokasian anggaran, dan prioritas pembangunan desa utamanya melalui kebijakan prioritas penggunaan dana desa setiap tahun.</p> <p>Namun kebijakan ini masih terkesan menyimpan potensi penyeragaman pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa karena belum sepenuhnya berpihak pada desa adat dan komunitas adat yang dalam banyak hal berbeda secara karakteristik sosial, budaya, ekonomi, kelembagaan, tata kelola sumber daya alam dan lingkungan serta relasinya dengan dunia luar khususnya modernitas dan demokrasi. Bahwa perumusan kebijakan, perencanaan program dan kegiatan, implementasi program, hingga instrumen monitoring dan evaluasi untuk mengukur tingkat perkembangan desa maupun capaian SDGs Desa dibuat secara umum tanpa mempertimbangkan karakteristik dan keunikan desa adat dan komunitas adat.</p> <p>Dampaknya adalah desa-desa adat maupun komunitas adat seperti dipaksa untuk mengikuti narasi pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa secara homogen. Meskipun desa adat dan komunitas adat tidak banyak di Indonesia, namun mereka memiliki hak dan kedudukan yang sama untuk menikmati program-program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dalam kedudukan yang sama dan adil dengan tetap menjalankan tradisi, budaya dan adat-istiadat yang mereka anut. Penolakan mereka terhadap agenda pembangunan arus utama tidak menjadi alasan mereka diabaikan untuk menikmati pembangunan dan kesejahteraan dari negara. Untuk itu, sebuah kebijakan khusus penting dibentuk untuk mengakomodasi fakta sosial adanya isolasi atau penolakan desa adat dan komunitas adat terhadap program pembangunan arus utama.</p> Dr. Agus Kuncoro, S.Sos., M.Si. Hak Cipta (c) 2023 Policy Paper Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi https://ejournal.kemendesa.go.id/index.php/policypaper/article/view/42 Fri, 15 Dec 2023 00:00:00 +0000 Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem melalui Peningkatan Ketahanan Pangan di Desa https://ejournal.kemendesa.go.id/index.php/policypaper/article/view/41 <p>Penghapusan kemiskinan ekstrem telah menjadi fokus pemerintah sebagai amanat dalam arahan Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas tanggal 4 Maret 2020 dimana menginstruksikan kemiskinan ekstrem turun menjadi 0% pada tahun 2024. Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 dalam pengentasan kemiskinan terdapat dua kerangka kebijakan yaitu kebijakan makro dan kebijakan mikro. Dalam bidang kebijakan ekonomi makro, Kementerian Desa PDTT selalu mengeluarkan peraturan prioritas penggunaan dana desa setiap tahun. Dimana dalam prioritas dana desa berfokus pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif, meningkatkan produktivitas sektor pertanian dan mengembangkan infrastruktur di wilayah tertinggal. Sedangkan pada kebijakan ekonomi mikro Kementerian Desa PDTT berfokus pada BLT-DD dan PKTD.</p> <p>Terdapat hubungan erat antara pengentasan kemiskinan ekstrem dan peningkatan ketahanan pangan. Dengan kata lain, kemiskinan ekstrem dapat diturunkan melalui peningkatan ketahanan pangan. Terlebih Kementerian Desa PDTT sudah memberikan alokasi 20% dari Dana Desa untuk ketahanan pangan. Hal ini Tentunya menjadi hal positif dimana dana desa bisa menjadi katalisator terciptanya ketahanan pangan dan penurunan kemiskinan ekstrem melalui penurunan kantong kemiskinan dan penurunan beban pengeluaran masyarakat.</p> <p>Kondisi yang ditemukan di Lombok Tengah dan Lombok Utara adalah kedua kabupaten tersebut memiliki potensi pertanian yang baik. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi pertanian terhadap masing-masing PDRB yang signifikan, produksi tanaman pangan hewani dan nabati yang rata-rata surplus, keterampilan petani yang memadai, dan lahan pertanian yang masih cukup luas.</p> <p>Terdapat beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan baik pada aspek mengurangi beban pengeluaran masyarakat dan menciptakan ketahanan pangan di desa antara lain dengan melakukan verifikasi data by name by address penerima Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD), Melakukan workshop diantaranya membahas Keputusan Menteri Desa PDTT Nomor 82 Tahun 2022 tentang Pedoman Ketahanan Pangan. Pembahasan ini dapat lebih mengerucut diantaranya dengan pembahasan pemanfaatan tanaman pangan lokal sebagai penguatan ketahanan pangan di desa maupun diversifikasi pangan, dan melakukan piloting program pekarangan produktif atau kebun bersama.</p> Wiwin Wijayansih, S.E., M.Si., Dieska Nuaria Supardi Kusumah, S.E., M.M., Aprilia Kurnia Dewi, S.T., M.Si., Sonia Fany Satria, S.Hum., Redi Yudantoro, S.T., Ratna Mutia Kharismaningrum, S.Si., Gizdy Chalifa Chairul Rizaldy, S.P., Sofian Saprin, S.Sos., Dwi Maya, S.Si., Fauzan Aidinul Hakim, S.Si. Hak Cipta (c) 2023 Policy Paper Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi https://ejournal.kemendesa.go.id/index.php/policypaper/article/view/41 Fri, 15 Dec 2023 00:00:00 +0000 Strategi Kolaborasi Pengembangan Wilayah Kepulauan dan Pulau Kecil Terluar di Daerah Tertinggal https://ejournal.kemendesa.go.id/index.php/policypaper/article/view/40 <p>Pengembangan wilayah berbasis kepulauan dan pulau-pulau kecil terluar di daerah yang masih tertinggal memerlukan strategi kolaboratif yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing wilayah. Dengan demikian, rencana intervensi kolaboratif untuk pengembangan holistik, integratif, spasial, dan tematik di wilayah kepulauan terpencil dan pulau-pulau kecil terluar di daerah yang masih tertinggal akan menangani masalah dari akar permasalahannya yang sesuai dengan situasi dan kondisi spesifik wilayah tersebut.</p> <p>Tantangan dalam pengembangan wilayah kepulauan terpencil dan pulau-pulau kecil terluar di daerah yang masih tertinggal, umumnya melibatkan keterbatasan infrastruktur dan masalah konektivitas antar-pulau yang menghambat akses masyarakat ke pusat-pusat pelayanan. Ketersediaan infrastruktur dasar kurang memengaruhi keterbelakangan wilayah-wilayah ini jika dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Hal ini terlihat dari tingginya tingkat kemiskinan, rendahnya indeks pembangunan manusia, dan kurangnya kesadaran lingkungan di daerah-daerah tertinggal tersebut.</p> <p>Lebih lanjut, untuk mempercepat pembangunan di daerah-daerah tertinggal seperti Kabupaten Kepulauan Mentawai, terdapat isu strategis yang berkaitan dengan pengembangan produk unggulan lokal seperti sektor perikanan, pertanian, pariwisata maritim, dan pariwisata budaya. Konektivitas dan akses yang memadai di antara pulau-pulau terluar sangat penting dalam mendorong kegiatan ekonomi, memfasilitasi arus barang, layanan, dan informasi, sehingga meningkatkan standar hidup masyarakat Kabupaten Kepulauan Mentawai.</p> <p>Memahami isu terkait kemiskinan, hal ini melibatkan berbagai aspek selain angka absolut, meliputi tingkat konsumsi, kondisi tempat tinggal, pendidikan, akses kesehatan, ketersediaan air bersih, dan daya beli. Penanganan kemiskinan memerlukan sinergi dan optimalisasi berbagai sumber daya yang ada. Penanganan yang efektif membutuhkan keterlibatan semua sumber daya yang tersedia dengan mengintegrasikan peran dan fungsi masing-masing pemangku kepentingan.</p> <p>Keterlibatan kolaboratif badan pemerintah, sektor swasta, akademisi, media, dan masyarakat lokal menjadi faktor krusial dalam pengembangan pulau-pulau terluar dan pulau-pulau kecil di daerah tertinggal. Peran dan fungsi setiap pemangku kepentingan harus sejalan dengan tanggung jawab masing-masing. Peran pemerintah sebagai pengarah dan katalisator pembangunan, sementara partisipasi aktif masyarakat sangat penting untuk implementasi optimal program pemerintah.</p> <p>Akademisi berkontribusi dalam merangsang inovasi, sedangkan sektor swasta menyediakan modal dan kerja sama dengan pemerintah untuk memajukan inisiatif bersama. Selain itu, media berperan dalam mempromosikan keunggulan dan keunikan pulau-pulau terluar. Keputusan Presiden Nomor 27 tahun 2022 menekankan pentingnya kolaborasi dan koordinasi dalam percepatan pembangunan di daerah tertinggal.</p> <p>Pengembangan pulau-pulau terluar di daerah yang tertinggal membutuhkan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan (pentahelix) untuk implementasi yang efektif. Tujuannya adalah untuk meningkatkan potensi yang ada, menciptakan potensi baru, dan memanfaatkan potensi yang beragam dari berbagai kelompok. Penguatan wilayah tersebut bergantung pada potensi inheren mereka sambil mendorong kemampuan baru, mewakili perkembangan nusantara yang beragam di Indonesia, menghadapi Era Emas Indonesia pada tahun 2045.</p> Ir. M. Yani Marsidik, Dr. Nanang Somantri, S.Sos., M.Si., Septian Widyanto, S.T., M.URP., Ike Herdiani, S.E., M.Si., Mohammad Ilham. S.Si., Agits Agnia Fidzly Almatin, S.I.K., Tri Abdul Hidayat, S.Si., Veny Katrina Panjaitan, S.I.P., Erik Sanjaya, S.I.P., Cornela Rizki Ananda Rachma, A.Md., Yuliana Erlin Henriques, S.Ak., Danang Pambudi, S.M., Sumedi Raharjo Hak Cipta (c) 2023 Policy Paper Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi https://ejournal.kemendesa.go.id/index.php/policypaper/article/view/40 Fri, 15 Dec 2023 00:00:00 +0000 Kolaborasi Pelaksanaan Transmigrasi Satuan Permukiman Pemugaran (SP-Pugar) di Kabupaten Kotawaringin Barat https://ejournal.kemendesa.go.id/index.php/policypaper/article/view/39 <p>Pembangunan transmigrasi di Indonesia saat ini lebih melibatkan kolaborasi secara langsung dari masyarakat terkait realisasi pelaksanaannya. Perubahan Undang-Undang Ketransmigrasian pun telah banyak dilakukan untuk menjawab kelemahan yang terjadi di masa lalu. Adanya indikasi kecemburuan warga setempat, eksklusivitas transmigran, dan kurang dilibatkannya masyarakat setempat dalam penyelenggaraan transmigrasi mendesak salah satu program transmigrasi yaitu Pembangunan Satuan Permukiman Pemugaran (SP-Pugar) untuk segera dilaksanakan. Pada Tahun 2019, Kabupaten Kotawaringin Barat ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Transmigrasi melalui Surat Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 132 Tahun 2019. Berdasarkan potensi yang ada, salah satu Desa yaitu Desa Rangda yang berada di Kecamatan Arut Selatan dijadikan pilot project untuk pembangunan SP-Pugar. Pelaksanaan perwujudan SP-Pugar saat ini masih berada di dalam tahap perencanaan. Pada tahap perencanaan ini, terdapat tahap Konsolidasi Tanah yang lebih menitikberatkan kolaborasi antar stakeholder untuk mempercepat proses pembangunan SP-Pugar. Maka dari itu, dilakukan analisis dengan pendekatan multi-level governance untuk melihat peran dari setiap stakeholder. Dari peran stakeholder yang telah terpetakan, dilakukan analisis strength, weakness, opportunities, and threats (SWOT) untuk memetakan rekomendasi kebijakan. Hasil rekomendasi kebijakan yang didapatkan adalah penguatan dari segi implementasi regulasi serta peningkatan intensitas kolaborasi yang selama ini telah dilakukan.</p> Mohammad Ihsan, S.E., M.M., Anida Mauliddina, S.IP., Abrar Naufal Prasetya, S.T., Ani Suharyati, S.E., Eka Putri Kusumawardani, S.S., M.Si., Ir. Rini Birawati, M.M., Awanda Sentosa, S.T., M.Si., Monang Putra Dinata Sinaga, S.E., Trefly Vinston Elvredo, S.Kom. Hak Cipta (c) 2023 Policy Paper Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi https://ejournal.kemendesa.go.id/index.php/policypaper/article/view/39 Fri, 15 Dec 2023 00:00:00 +0000